Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

15 Mei 2008

SEPAKBOLA DENGAN APBD

Telah lama kucuran dana APBD menghiasi persepakbolaan Indonesia, bahkan ketika krisis moneter menerjang hampir semua klub swasta yang notabene ex galatama yang mempunyai prestasi besar di persepak bolaan nasional maupun internasional kolap atau bubar sebut saja mulai dari BPD jateng, warna agung, Arseto solo bahkan yang paling fenomenal adalah juara dan runer up ligina II & III Bandung raya pun ikut gulung tikar praktis setelah itu hanya tinggal Petrokimia putra, Arema, Pelita Jaya, PKT Bontang, Semen Padang tetapi itupun klub milik BUMN tercatat hanya Arema dan Pelita Jaya yang bukan. Sedangkan klub ex perserikatan tetap berkibar dengan gagahnya karena mendapatkan durian runtuh yang bernama ”APBD

Tidak dapat dipungkiri dengan kehadiran APBD kompetisi sepak bola di negara kita berjalan begitu meriah dan semarak tercatat pemain asing maupun lokal mendapat bayaran yang nilainya lumayan fantastis. Tetapi di balik nilaii fantastis tersebut sudahkah kita sebagai masyarakat menikmati hasilnya yang bernama prestasi atau tranfers ilmu dari pemain asing atau….? Padahall masyarakat berhak tau atau menikmati hasil dari APBD yang digunakan dengan dalih membangun persepakbolaan nasional. Paling tidak masyarakat bisa merasakan prestasi untuk klub lalu bermuara ke timnas walau hanya prestasi di tingkat regional saja.

Perhelatan kompetisi tahun 2008-2009 mungkin tak akan sesemarak musim sebelumnya karena sebagian besar klub akan mengencangkan ikat pinggang pengeluarannya musim ini. Mungkin bisa dikatakan titik nadir kompetisi kita. Tetapi dengan mulai di stopnya APBD kita dapat memulai kembali membangun fondasi sepak bola nasional yang lebih baik mungkin akan makin banyak klub yang berjatuhan karena seleksi alam tetapi justru dengan cara itulah klub yang dapat bertahan akan menjadi klub yang benar-benar profesional dan kuat baik secara prestasi maupun financial. Tentu dengan kompensasi harga tiket akan melonjak dan klub pasti akan benar-benar mencegah kebocoran dari sektor tersebut. Tetapi bukankah itu juga baik karena nyatanya penonton yang akan datang ke stadion mereka yang benar-benar siap secara materi ingin membeli tiket dan menyaksikan suatu pertandingan bukan datang menunggu jebolan, mrobos atau memanjat tiang lampu dan pohon. Maka saya yakin penonton datang untuk menikmati pertandingan dan bernyanyi mendukung kesebelasanya bukan untuk berbuat rusuh. Bukankah derby country yang sudah jauh-jauh hari dipastikan degradasi tetapi mengapa stadion mereka tetap ramai? Karena mereka datang sekali lagi untuk menonton dan menikmati pertandingan.

Kita perlu sadari bersama bahwa konsumen sepak bola Indonesia adalah golongan menegah kebawah baik secara ekonomi maupun pendidikan. Menurut hemat saya ada 2 opsi mengapa ada kerusuhan di stadion

  1. biasanya mereka adalah orang-orang yang mungkin tidak mempunyai ruang untuk menunjukan diri. Mereka hanya berangkat ke stadion tanpa persiapan yang cukup asal pakai kaos SneX, Aremania, Pasoepati dsb masuk nunggu jebol atau brobosan lalu mereka berbuat seenaknya seperti melempar benda ke lapangan, menggangu penononton lain, mabuk, dsb lalu ketika ketika mereka kembali ke lingkunganya tentu mereka akan bercerita dengan bangganya bisa ini itu atau apalah terserah mereka dibumbui 1ons seolah jadi 1kg atau masih dukir,dukir tapi ngakunya macul .
  2. untuk yang kedua ini mungkin percaya atau tidak ini adalah skenario dari klub. Karena mereka menggunakan APBD apabila klub tidak sesuai dengan target maka mereka sengaja membuat kerusuhan biasanya klub membentuk pengamanan swadaya ada yang match steward, korlap, garis keras, radikal dsb padahal apabila terjadi kerusushan apakah kelompok pengamanan itu mampu mengatasi? Mengapa bukan dari aparat saja? Dengan dalih kalau mereka tidak dilibatkan akan membuat kerusuhan. Mungkin apabila benar pecah kerusuhan mengapa tidak orang-orang seperti mereka yang ditangkap karena mereka membuat rusuh? Jadi dari mana klub bisa menyimpulkan seperti itu? Itu adalah elemen yang dibina dari klub untuk memicu kerusuhan. Atau mungkin klub menyuap wasit atau pemain lawan agar berbuat tidak sportif agar memicu kemarahan penonton.

Bagaimana dengan klub yang tidak hidup dengan APBD? Hampir kita tidak pernah melihat adanya kerusuhan hebat yang diakibatkatkan ulah suporter mereka karena sebagian klub non APBD adalah milik BUMN kalau pun Pelita Jaya adalah milik Bakri grup jadi langkah mereka bisa dibilang aman-aman saja.

Pertanyaan kita pasti akan tertuju ke arah Arema dengan kerusuhan yang dibuat oleh Aremania di kediri. Tetapi kita perlu mencermati itu semua mungkin puncak kekesalan Aremania terhadap ulah PSSI mulai dari terlambat mendaftarkan hak keikutan di piala champion asia hingga selalu digembosinya Arema soal masalah sponsor. Atau mungkin itu ulah pemkot malang sendiri yang sengaja menyuap wasit dan mengharapkan bahwa Aremania di hukum sehingga para Aremania bisa pindah mendukung Persema, saya juga heran ketika bonek melakukan kerusuhan yang tidak kalah dengan Aremania di tambaksari dengan peristiwa asusemper tiba-tiba muncul Hinca Panjaitan yang pasang badan yang bisa mengkorting hukuman. Saat itu bahkan muncul suara-suara bahwa apabila tidak ada penonton para pedagang kaos, minuman, makanan hidup dengan apa? Bukankah yang dialami oleh Arema justru sama bahkan lebih tragis kalau Persebaya tanpa penonton masih bisa hidup dari APBD. Bagaimana dengan Arema? Tanpa penonton sama saja dengan kiamat? Saya menunggu ada pihak dari PSSI yang mau pasang badan demi Arema, rasanya tidak mungkin karena Arema tidak mau mengemis ke rutan salemba menemui Nurdin Halid seperti yang dilakukan klub lain apabila mendapat hukuman dari KOMDIS PSSI tetapi malah makin lantang mendemo PSSI untuk direvolusi. dalam hal ini saya salut terhadap kawan-kawan Aremania.

Bagi insan sepak bola di tanah air klub tanpa APBD bukanlah kiamat walaupun akan mencapai titik terendah selama kompetisi LIGINA berlangsung. Tetapi itu merupakan Fondasi awal memulai era sepak bola Indonesia yang baru. Semoga sepak bola tidak seperti sekarang dijadikan alat politik, korupsi, kolusi, nepotisme, karena memang sepak bola adalah industri yang strategis seperti istilah kecil ” menjadi manajer klub itu siapapun bisa karena dikucuri dana belasan milyar tetapi yang tersulit adalah menjadi anak, menantu, adik, saudara dari bupati atau walikota” karena memang yang terjadi adalah pemimpin daerah adalah ketua umum dari sebuah klub. Tersebut dan apabila mereka melakukan korupsi dari APBD dengan dalih sepak bola itulah yang termudah karena tidak ada bukti tertulis asal dipakai alasan untuk bonus pemain atau kontrak sudah sulit terbukti. Contoh lain nilai kontrak pemain jarang yang dipublikasikan ke publik rata-rata hanya rumor baik dari orang dalam klub itu sendiri maupun dari media dan belum ada yang pernyatan resmi dari sebuah klub melalui juru bicara resmi atau pemain yang bersangkutan dengan menunjukan nilai kontrak.

Semoga dengan di stopnya kran APBD dan bertepatan dengan momentum 100 tahun kebangkitan nasional ini sepak bola Indonesia ikut bangkit maju menjadi lebih baik yang bisa membuat garuda terbang tinggi, merah putih berkibar dengan bangga di penjuru dunia dan Indonesia raya bukan hanya lagu pengantar tidur….

Selayang pandang dari Ardiyanto Aryoseno (adiet)
Suporter Semarang Extreme ( SNEX )


0 komentar:

Posting Komentar